Menabung Pangkal Kaya adalah kalimat yang sering kita dengar dari orang-orang disekitar kita dan mungkin dari buku pelajaran PPKN (atau PMP) saat kita masih SD. Kalimat 3 kata yang sesat tersebut tampaknya berhasil membentuk mindset kebanyakan orang Indonesia. Sebagian besar orang masih percaya bahwa menaruh uang di bank dan mendapat bunga bulanan akan menjadikan mereka kaya raya (karena dikasih bunga). Saat kita SD, bisa dimaklumi kalau kita membenarkan pernyataan tersebut, secara duid di rekening bank akan bertambah banyak angkanya, ya berarti makin kaya.
Obviously kita tidak mendapat pelajaran ekonomi sewaktu SD, jadi wajar saja kalau kita tidak mengerti istilah inflasi, yang secara perlahan-lahan menyedot nilai dari aset Anda.
Nah yang mengherankan adalah orang-orang yang sudah mengerti inflasi, atau mungkin bahkan lulusan fakultas ekonomi yang tetap bersikokoh bahwa menabung bisa membuat kaya raya karena angka di buku tabungan naik terus. Ya kita maklumi saja.
Balik lagi ke perihal investasi. Dalam satu dekade terakhir, salah satu investasi yang sedang booming di Indonesia adalah reksadana. Mengapa booming? Karena bank-bank rajin dan gencar mempromosikan reksadana ini, baik ke nasabah mainstream hingga nasabah prioritas mereka. Dalam waktu singkat banyak sekali fund-fund reksadana dari berbagai perusahaan multinasional dan lokal yang bisa kita beli. Bahkan sejak sebelum 2011, reksadana adalah instrumen/produk finansial bebas pajak. Pemerintah kita tentu tidak mau kecolongan dengan hal-hal gratisan. Obviously mereka perlu dana untuk membiayai kursi-kursi mahal di gedung dewan, beserta anggaran jalan-jalan ke-luar negeri nya.
Nah yang mengherankan adalah orang-orang yang sudah mengerti inflasi, atau mungkin bahkan lulusan fakultas ekonomi yang tetap bersikokoh bahwa menabung bisa membuat kaya raya karena angka di buku tabungan naik terus. Ya kita maklumi saja.
Balik lagi ke perihal investasi. Dalam satu dekade terakhir, salah satu investasi yang sedang booming di Indonesia adalah reksadana. Mengapa booming? Karena bank-bank rajin dan gencar mempromosikan reksadana ini, baik ke nasabah mainstream hingga nasabah prioritas mereka. Dalam waktu singkat banyak sekali fund-fund reksadana dari berbagai perusahaan multinasional dan lokal yang bisa kita beli. Bahkan sejak sebelum 2011, reksadana adalah instrumen/produk finansial bebas pajak. Pemerintah kita tentu tidak mau kecolongan dengan hal-hal gratisan. Obviously mereka perlu dana untuk membiayai kursi-kursi mahal di gedung dewan, beserta anggaran jalan-jalan ke-luar negeri nya.
Cara membeli produk reksadana sendiri cukup mudah, secara umum hanya 2 langkah saja. Yakni :
1. Pergi ke bank.
2. Menyebutkan kata kunci “Saya mau beli reksadana” ke CSO bank tersebut.
1. Pergi ke bank.
2. Menyebutkan kata kunci “Saya mau beli reksadana” ke CSO bank tersebut.
Reksadana sendiri beragam jenisnya, ada reksadana campuran, reksadana saham, moneymarket, syariah, dll. Saya tidak akan bahas jenis-jenis tersebut karena 2 alasan :
1. Nutgadget adalah website gadget.
2. Saya malas ngetiknya.
1. Nutgadget adalah website gadget.
2. Saya malas ngetiknya.
Reksadana yang kita beli memiliki harga/NAV, ibaratnya seperti tanah yang punya harga. Jika kita menjual reksadana di harga/NAV yang lebih tinggi daripada harga/NAV saat kita beli, maka kita profit. Nah, biasanya untuk melihat NAV tersebut, kita membuka sejumlah website, atau mendownload factsheet dari situs pengelola atau penjual reksadana tersebut. Jika Anda beruntung – memiliki Account Manager yang cute dan ga bego, maka cara paling tepat adalah menghubungi Account Manager Anda untuk mengetahui perkembangan terakhir investasi reksadana Anda (ehm, artikel ini boleh di skip deh. )
Sebagian besar investor reksadana, biasanya membeli (atau subscribe) fund lebih dari 1, dan bisa juga lebih dari beberapa pengelola. Untuk keperluan diversifikasi, bisa saja investor subscribe Manulife Dana Saham dan Schroder Dana Likuid misalnya. Tidak mudah untuk men-cek NAV dua-duanya sekaligus. Memang ada website yang menampilkan NAV semua reksadana, tapi jika kita berbicara gadget, tentunya cara paling ideal adalah mengecek NAV melalui device/smartphone kita.
App yang cukup ideal untuk hal tersebut adalah app gratisan Bloomberg. Tersedia di Appstore, Google Play dan BB World. Saya kurang tahu apakah app ini tersedia untuk featured phone (HP jadul) dan Windows Store.
Bloomberg for iPhone
URL: http://itunes.apple.com/us/app/bloomberg/id281941097?mt=8
Setelah masuk ke app nya:
1. tap icon “My Stocks” di bagian bawah
Setelah masuk ke app nya:
1. tap icon “My Stocks” di bagian bawah
4. masukkan nama reksadana yang Anda subscribe. Bisa masukkan nama tickernya (Contoh : FORINPL:IJ untuk BNP Paribas Infrastruktur Plus), atau ketik saja “Ekuitas” jika Anda mencari BNP Paribas Ekuitas (misalnya).
5. Anda bisa memasukkan jumlah unit yang Anda beli di textbox “Position”, dan Harga saat Anda beli di textbox “Price”
6. Setelah selesai, tap “Done” di pojok kanan atas
Selain reksadana/saham di Indonesia (dengan suffix :IJ), Anda juga bisa track saham, obligasi, dan instrumen investasi lainnya dari seluruh dunia, selama instrumen tersebut memiliki ticker Bloomberg.
App Bloomberg ini akan melakukan update NAV secara otomatis, sehingga kapanpun Anda membuka menu my stock, maka NAV yang tertulis adalah NAV paling terakhir.
Sedikit berbeda dengan app Bloomberg di Android dan Blackberry, pada app versi iPhone, di menu “My Stocks”, yang ditampilkan adalah nama tickernya, sedangkan pada versi Android & Blackberry, pada menu “My Stocks”, yang ditampilkan adalah nama fund nya. Saya belum ketemu option untuk mengganti menjadi menampilkan nama fund nya.
Selain itu, pada App versi Android, kita bisa menambah indicator moving average pada chartnya, sedangkan di iPhone, tidak bisa. Tidak biasanya App kelas dunia terlihat paling berantakan pada iPhone.
App Bloomberg untuk Android
URL : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.bloomberg.android&hl=en
Setelah instalasi App Bloomberg, tap tombol “Menu”, lalu tap “My Stocks”. Tap icon roda di kanan atas untuk menambah/mengedit instrumen/reksadana yang ingin Anda ikuti. Sisanya persis dengan app versi iPhone.
Setelah instalasi App Bloomberg, tap tombol “Menu”, lalu tap “My Stocks”. Tap icon roda di kanan atas untuk menambah/mengedit instrumen/reksadana yang ingin Anda ikuti. Sisanya persis dengan app versi iPhone.
Sesuai yang sudah dijelaskan diatas, pada App versi Android, yang ditampilkan adalah nama fund nya, bukan nama tickernya. Dan juga kita bisa memasukkan indicator moving average pada chartnya. (Moving average ini bukan fitur yang penting-penting banget tapinya.)
Bloomberg untuk Blackberry
App Bloomberg ini juga tersedia untuk Blackberry. Homescreen app ini sendiri cukup padat tulisan (kebanyakan adalah angka). Untuk menambah instrumen yang ingin Anda ikuti, cukup tekan tombol menu, lalu pilih ke “My Stocks”. Tekan menu lagi, lalu pilih “Add”. Anda tinggal memasukkan nama reksadana Anda disana.
Pada app versi Blackberry dan iPhone, terdapat menu summary, dimana kita bisa melihat Profit/Loss gabungan dari semua instrumen yang kita monitor, di-grup kan berdasarkan negara. Fitur ini tidak ada pada app versi Android.
Selain menampilkan NAV reksadana (dan saham, dll), app Bloomberg juga menampilakn berita-berita ekonomi terbaru. Koneksi internet diperlukan untuk melakukan update NAV dll. NAV reksadana Indonesia diupdate setiap hari, jadi Anda tidak perlu mengecek harganya tiap jam…